Bentuk dan Waktu Permainan
Ajam sap-sap berarti ayam dilombakan jauh terbangnya,
pasangan ayam betina yang dibawa ke laut dengan perahu, sejauh 300 meter
dari pantai, kemudian dilepaskan terbang ke arah daratan. Permainan
rakyat ini hanya terdapat di daerah kecamatan Ambunten, di desa-desa
Campor Timur, Campor Barat dan Bellu’ Ares, jarak 25 km dari kota
Sumenep. Desa-desa tersebut adalah desa pesisir utara Kabupaten Sumenep
yang tak jauh letaknya dari daerah Slopeng, yang dijadikan obyek
Pariwisata karena bukit-bukit pasir putihnya yang indah. Di lain mpat di
Madura tidak terdapat permainan rakyat yang serupa ini. usat permainan
Ajam sap-sap ini adalah di desa Campor Timur yang
memiliki
pantai landai dan berpasir putih. Di pantai itu pula perlombaan Ajam
sap-sap diselenggarakan. Desa-desa Campor Barat dan Bellu’ Ares tidak
memiliki daerah pantai yang sebaik daerah Campor Timur, sehingga mereka
mempergunakan juga pantai Campor Timur tersebut sebagai tempat
perlombaan Ajam sap-sap-nya. Ketiga desa tersebut letaknya berdekatan
satu dengan yang lain.
Permainan Ajam sap-sap ini diselenggarakan pagi hari
di musim kemarau, waktu laut tidak bergelombang besar dan begitu pun
angin dari darat ke laut tidak kencang. Keadaan yang demikian ini adalah
keadaan yang sangat baik, sehingga ayam yang dilepas dari atas perahu
di lautan dapat terbang tinggi dan hinggap jauh di darat. Demikianlah,
sepasang-demi sepasang ayam-ayam tersebut dilepas, dilombakan jauh
terbangnya, hingga keadaan laut dan angin tidak memungkinkan lagi untuk
terus diselenggarakannya permainan tersebut. Tentang penentuan hari
perlombaan tidak terikat, tergantung pada persetujuan bersama dan juga
tergantung pada keadaan alam yang memungkinkan.
Latar Belakang Sosial Budaya.
Telah dijelaskan di atas bahwa ketiga desa penggemar
Ajam sap-sap tersebut terletak di daerah pesisir Utara Kecamatan Ambun-
ten Kabupaten Sumenep.
Daerahnya dilihat dari kondisi pertaniannya, termasuk
daerah sedang sekalipun ladang-ladangnya untuk bisa ditanami tergantung
pada hujan.
Selain sumber mata pencahariannya dari pertanian
Tane-penggir se- reng tapi sebagian penduduknya juga merangkap bermata
pencaharian sebagai nelayan. Dengan dua sumber mata pencaharian
tersebut, hidup ketiga penduduk-desa tersebut agak terjamin. Selain itu,
hampir setiap keluarga memelihara ternak sapi dan unggas terutama ayam.
Penduduk ketiga desa tersebut tidak padat, rata-rata
setiap desanya berpenduduk sekitar seribu orang. Semua penduduknya
beragama Islam dan hampir seluruhnya adalah merupakan penduduk suku
Madura.
Lembaga pendidikan di desa-desa tersebut hanya terdiri
dari SD Negeri dan Madrasah. Sebagaimana penduduk Madura lainnya, mereka
masih kuat memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya.
Adat-istiadat leluhurnya masih kuat juga dijalankan,
terutama di kalangan penduduk pedesaan. Penduduk desa-desa tersebut
masih me: laksanakan rokad tase (sedekah laut) dan nyalameddi
disa (menye- lamati desa yang sama dengan upacara bersih desa).
Pengaruh ulama besar sekali terhadap sikap penduduk pedesaan Madura. Di
daerah Sumenep, seringkah magis masih mempunyai peranan dalam
bidang-bidang kehidupan masyarakat, lebih-lebih dalam suatu permainan
yang dilombakan. Paling tidak menta rat-sarat minta bantuan doa kepada
Kyai atau Dukun agar menang. Ada yang berpuasa atau nyeppe mengasingkan
diri untuk nyare jajana mencari jayanya agar menang. Selain magis
memegang peranan dalam permainan ini, juga dijadikan obyek perjudian.
Menurut Suparto (40 tahun), permainan ini sudah
berlangsung sejak dahulu. Asal permainan ini dari penduduk desa Campor
Timur. Dulu, secara tidak sengaja, waktu dilangsungkan rokad tase,
dilakukan selamatan untuk yang baureksa laut selain membawa kepala sapi
dan saji-sajiari serta bunga-bungaan, juga ada yang membawa ayam
sebagai pelengkap rokad. Rupa-rupanya ada seekor ayam yang terlepas
dari pengikatnya, lalu terbang nyapsap ke darat. Melihat kejadian
tersebut yang sekaligus tampak merupakan hal yang menarik, maka mulailah
pada hari-hari berikutnya beberapa orang mencoba mengulangi kejadian
tersebut. Dengan membawa beberapa ekor ayam jantan dan betina,
orang-orang itu berperahu ke tengah laut dan melepaskannya ke arah
darat. Ayam-ayam tersebut ada yang tercebur ke laut, ada yang terbang
jauh ke darat sekalipun menentang angin. Agaknya yang banyak berhasil
sampai jauh ke darat dan tampak terbang bagus sekali, ialah ayam-ayam
betina. Mulailah mereka memilih jenis ayam betina muda (ayam pandara’an)
yang memenuhi syarat-syarat, agar dapat terbang jauh ke darat. Atas
dasar dari pengalaman dengan mengadakan percobaan berkali- kali akhirnya
didapati jenis ayam yang baik untuk ikut dalam lomba Ajam sap-sap.
Mereka juga penggemar melihat ‘Kerapan Sapi’. Tapi
karena biaya pemeliharaan dan penyelenggaraannya agak sulit dan mahal,
sedangkan sapi bagi mereka adalah sebagai pembantu utamanya untuk
pertaniannya, maka permainan Ajam sap-sap-lah yang dijadikan obyek
hiburan yang menarik dan meriah. demikianlah, perlombaan Ajam sap-sap
yang selain
merupakan tontonan hiburan yang meriah dan mengasyikkan,
merupakan permainan masyarakat yang memperluas pergaulan, juga
dikaitkan dengan usaha menternakkan jenis ayam kampung yang baik.
Seperti halnya tanaman jagung, yang bagian terbesar petani Madura masih
tetap menanam jenis jagung Madura yang sekalipun kecil- kecil tapi enak
rasanya, katanya. Begitu pula dalam menternakkan ayam, mereka tetap
menternakkan ayam kampung jenis terbaik, katanya, dagingnya enak serta
tahan penyakit.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, perlombaan
permainan Ajam sap-sap adakalanya diselenggarakan antara beberapa
anggota masyarakat sedesa (perorangan), adakalanya diselenggarakan oleh
seluruh warga desa, adakalanya merupakan perlombaan antar tiga desa
tersebut.
Di samping perlombaan yang diusahakan secara perorangan
seringkah diusahakan oleh perkumpulan-perkumpulan ajam sap-sap atau
bersifat arisan. Kalau secara umum menyeluruh dikenal dengan Kambrat
Kalau ada perlombaan ajam sap-sap, pantai desa Campor Timur berubah
menjadi ramai sekali, laki-laki, perempuan, tua muda, anak-anak
membanjirinya. Ada yang ikut serta melombakan ayamnya, ada yang hanya
menonton, ada yang berjualan dan ada pula yang menjadikan permainan
tersebut sebagai arena perjudian gelap.
Hadiah bagi pemenangnya tak seberapa berharga. Misalnya
saja dalam perlombaan yang diselenggarakan secara arisan, hadiah bagi
pemenang pertama hanya sebatang rokok kretek. Jadi J;ujuan utama
permainan ini adalah semata-mata sebagai hiburan rakyat. Apalagi bila
diselenggarakan kambrat ajam sap-sap diramaikan dengan gamelan sronen,
makin ramailah pantai yang biasanya sunyi lenggang, karena memang agak
jauh dari lokasi perkampungan. Sayang sekali, permainan rakyat yang
murah meriah ini sekarang dilarang oleh alat negara setempat, karena
alasan dijadikan arena judi.
Peserta dan Perlengkapan Permainan
Peserta dari permainan ini, adalah ayam itu sendiri.
Ayam yang ikut dilombakan haruslah ayam yang baik. Yaitu dipilih ayam
betina yang masih pandara’an (yang masih perawan), berbulu halus lunak
(abulu lemmes), sopet rapet supit rapat, nyan-menyanan rap?fbagian
tubuh di bagian ekor rapat, Bunto keneop (ekor merunduk) dan sesesse
sapokol (sisik kaki sepikul tak putus). Selain itu jugasesse selbi
(sisik belakang kaki ada tonjolannya) yaitu di bagian kette (kaki bagian
belakang) yang katanya jaja (jaya sakti), musuh yang terbang di
depannya bisa jatuh. Ayam tersebut pantang diberi makan nasi, makanannya
khusus yaitu beras jagung diaduk dengan merah telur sehari dua kali.
Minumnya sehari sekali yaitu air masak. Selain itu diberi ramuan jamu
tradisional, antara lain racegan (campuran) kapu- laga, enggu dan
sebagainya. Pemeliharaannya secara khusus dengan kandang tersendiri,
sebab ayam tersebut dipantang digauli ayam jantan. Artinya ajam sap-sap
tersebut tidak untuk ayam telur, malah tak diharapkan untuk bertelur,
agar kuat. Mengapa tidak dipilih ayam jantan saja, jawabnya karena tidak
dapat terbang jauh dan tak selincah ayam betina.
Tentang berapa pasang ayam yang dilombakan, hal ini
tergantung pada bentuk pertandingan. Kalau usaha perorangan, tentu
tidak banyak. Tapi kalau kambrat bisa mencapai tujuh puluh ekor ayam
(35 pasang). “Sa’ocolan” (sekali lepas) hanya sepasang ajam sap-sap
yaitu dua ekor ayam. Bila tujuh puluh ekor yang ikut berlomba, maka tak
dapat diselesaikan sehari, sebab kondisi alam yang baik (cuaca, angin,
gelombang) hanya berlangsung beberapa jam, yaitu jam 07.00 — 09.00 pagi
hari. Selain itu seusai permainan, mereka kembali kekewajibannya
masing-masing yaitu ke ladang, ke pasar, dan ke laut. Perlengkapan
permainan selain ayam yang akan dilombakan juga diperlukan beberapa
perahu untuk membawa ayam-ayam tersebut ke laut, pattok (tunggak bambu)
di laut untuk batas pengo- colati (pelepasan) seutas tali panjang
sebagai batas hinggap minimal (ompal) dan seutas tali pengukur untuk
mengukur sejauh mana ayam hinggap di tanah setelah terbang di atas laut.
Biasanya ayam yang terbang dan hinggap ke tanah terus diam tak beranjak, sehingga mudah mengukurnya dan menangkapnya.
Jalan permainan dan Iringan Gamelan.
Sehari sebelumnya ayam-ayam di daftar pada panitia. Pemilik harus membawa ayamnya untuk dilihat dan diperiksa oleh panitia, aPa memenuhi syarat. Juga ditulis siapa pemiliknya, berapa ekor ayam yang diikutkan dalam perlombaan ini dan nama-nama ayam Peserta. Ayam-ayam peserta tersebut di beri nama seperti : se seset
capung, se pelor sipeluru, se gapper si kupu-kupu dan
sebagainya Yang disebut panitia adalah terdiri dari Ketua (yang ahli
ayam dan peraturan permainan) yang bertindak pula sebagai wasit
permainan dibantu dua orang penjaga garis dan beberapa orang yang
meneliti tempat pertama jatuhnya ayam yang juga sebagai pembantu
pengukur.
Peserta-peserta pada hari perlombaan diundi dan diberi
nomor. Sehingga baru pada hari perlombaan tersebut pemilik-pemilik ayam
tersebut tahu lawan ayam-ayamnya. Pengambilan nomor undian dilaksanakan
pagi-pagi sebelum perlombaan dimulai. Sekira jam 07.00 pagi, dimana
keadaan cuaca, angin dan gelombang dalam keadaan baik untuk kondisi
perlombaan, maka perlombaan dimulai. Sebelumnya wasit dan penjaga garis
memeriksa perlengkapan, misalnya apa tali sudah dipasang di tempatnya,
apa perahu-perahu dengan awak perahunya sudah siap. Tali batas minimal
hinggap direntangkan di batas tertinggi air/ombak laut pasang saat itu.
Juga direntangkan tali batas penonton, agar para penonton tak memasuki
arena perlombaan yang mungkin menakutkan ayam dan menyulitkan panitia
Setelah semuanya siap, ayam dibawa pemiliknya atau orang kepercayaannya
masing-masing naik perahu ke laut, menuju ke patokan sebagai g&ris
pelepasan ayam.
Sampai di patokan,perahu ditempatkan menyilang, satu
sisi menghadap ke darat dan sepasang ayam sesuai dengan nomor
undiannya, disiapkan untuk dilepaskan, hanya menunggu tanda dari wasit
di darat. Sebelumnya, sebagai syarat kakimasing – masing ayam dicelupkan
dalam air laut disertai doa untuk menang. Setelah ada tanda dari wasit
di darat untuk dilepaskan, maka kedua ayam yang sudah dihadapkan ke
jurusan darat itu dilemparkan ke udara setinggi mungkin, agar bisa
langsung terbang tinggi ke darat. Cara memegang, kemudian melepaskan dan
melemparkan ayam ke udara dengan muka tetap menghadap ke darat, adalah
membutuhkan keahlian tersendiri. Apalagi dilepaskan di atas perahu yang
sedikit oleng oleh ombak. Salah melepaskan, bisa saja ayam tidak
terbang ke darat, malah ke laut lepas atau mengarah tidak pada jurusan
yang telah ditetapkan (ada batas lebar arena yaitu selebar +100 meter).
Bila ayam terbang dan jatuh di laut ada sampan atau perahu yang sudah
siap menolongnya.
Kondisi angin yang baik di musim kemarau waktu pagi
ialah angm sepoi-sepoi basa berhembus dari darat ke laut. Dengan keadaan
angu”»
demikian ayam dapat merentangkan sayapnya, terbang
tinggi dan dapat hinggap di daratan jauh dari tepi pantai batas air
laut. Apalagi ayam yang sudah terlatih baik, gaya terbangnya indah
sekali dan jauh. Jarak antara patokan di laut ke tali batas air laut
pasang di pantai dalam keadaan angin dan cuaca baik kira-kira 300
meter. Ayam yang menang tidak ditentukan oleh batas cepatnya sampai di
darat. Tapi kemenangan itu ditentukan oleh jauhnya ayam hinggap dari
tali batas air laut pasang di dalam arena. Tempat ayam hinggap pertama
diberi tanda. Setelah pasangan pertama selesai ditentukan siapa
pemenangnya, kemudian disusul pasangan yang dua “Saocolan” (sekali
lepas) hanya terdiri dari sepasang (dua ekor) ayam saja. Sering beberapa
pasang ayam dibawa sekaligus ke laut. Di dalam perahu itu ikut serta
pembantu wasit untuk menyaksikan pasangan-pasangan ayam tersebut
dilepaskan. Di dalam perlombaan “kambrat”, peserta adakalanya sampai
mencapai 70 ekor ayam. Tentu saja tidak dapat diselesaikan pagi hari itu
(dari jam 07.00 — 09.00 pagi), tapi dilanjutkan sampai beberapa hari.
“Kambrat” tidak sering diadakan, paling ticak setahun sekali. Tapi
perlombaan dengan “sistim arisan” diselenggarakan tiap hari minggu
pagi. Uang arisannya sendiri hanya Rp. 250,— sedangkan hadiah pertama
hanya sebatang rokok kretek saja. Konon katanya pemenang kedua dan
ketiga hanya sebatang rokok dibagi dua. Hadiah bagi perlombaan kambrat
juga tidak banyak, hanya sebungkus rokok kretek bagi pemenang pertama.
Pesertanya ditarik uang pendaftaran. Sistim perlombaannya untuk
menentukan pemenang-pemenangnya, sama dengan Kerapan Sapi. Kelompok yang
menang diadu sama pemenangnya, sedangkan kelompok yang kalah, diadu
sama kalahnya. Urutan pemenang ialah juara pertama, kedua, ketiga dari
kelompok menang dan juara pertama, kedua, ketiga dari kelompok kalah.
Hadiahnya memang tidak memadai dengan biaya pemeliharaannya.
Permainan ini hanya semata-mata merupakan hiburan bagi rakyat. Sebab dalam hari-hari perlombaan tersebut, arena dibanjiri oleh rakyat
yang menonton, tidak hanya dari tiga desa tempat permainan ayam sap-sap
itu saja, tapi juga berasal dari desa-desa lain. Ada yang sekedar
melihat saja, ada yang memanfaatkan untuk berjualan dan ada juga yang menjadikan permainan tersebut-sebagai arena judi pGlap- Sebab judi dengan taruhan dalam permainan ini dilarang oleh emerintah mau pun Kepala Desanya. Apabila pada hari-hari tidak
libur diselenggarakan perlombaan ini, maka terjadilah
hal-hal yang negatif, yaitu banyak murid sekolah yang membolos, tidak
masuk sekolah, hanya untuk menonton perlombaan tersebut. Dalam
perlombaan yang diselenggarakan dengan cara “kambrat” permainan ini
diramaikan dengan “Sronen” (semacam klarinet) sebuah atau dua,
“kennong”, sebuah vkote’an” (sebangsa kenong) sebuah “maksor”
(carcar, keprra’), kendang kecil dan kendang besar masing-masing sebuah
dan gong besar dan kecil masing-masing juga sebuah, “Sronen” yang
lengkap dengan peralatan seperti tersebut di atas terdiri dari 10 orang
pemain. Peniup “Sronen” berfungsi juga sebagai “se ngejung” (penyanyi).
Lagu-lagunya khas Madura seperti “girowan’^ong-nengnong”,
“tengka’jaran” dan sebagainya. Dalam perlombaan yang bersifat “arisan”,
jarang mendatangkan “sronnen”. Jadi “sronnen” bersifat meramaikan saja.
Bukan merupakan bagian dari perlengkapan permainan “ajam sap-sap”.
Peranannya Masa Kini dan Tanggapan Rakyat/Masyarakat.
Permainan “ajam sap-sap” yang menurut pengakuan penduduk
desa Campor Timur adalah asli dari desa tersebut yang kemudian menjalar
banyak penggemarnya di desa-desa tetangganya yaitu Campor Barat dan
Bellu’ Ares. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan bagi penduduk desa
yang agak jauh (25 km) dari keramaian kota, jauh dari hiburan-hiburan
lain sebab di desa tersebut tidak ada perkumpulan-perkumpulan kesenian
hiburan, tidak ada yang memiliki TV, dan terbatas penduduk yang memiliki
Radio Transistor. Kehausan ini ditumpahkan waktu diselenggarakan
perlombaan permainan ajam sap-sap. Penduduk yang menontonnya tumpah
ruah, tidak hanya dari Campor Timur, tapi dari desa-desa sekitarnya
yang juga haus hiburan.
Memang permainan “ajam sap-sap” bagi mereka adalah
sebagai salah satu pemuasan kebutuhan jiwa dan rohaniahnya di tempat
pemukiman mereka yang jauh dari kota. Fungsi yang lain adalah sebagai
usaha memperluas pergaulan,”nyare kanca” (mencari teman) kata mereka,
karena memang ada inter-action sosial antar warga desa sedesa dan antar
warga desa dengan warga desa yang lain. Selain itu, permainan ini kata
sementara penduduk, dapat diusahakan guna menggalakkan usaha peternakan
ayam. Kalau ada sementara orang yang menyalah gunakan permainan ini
untuk berjudi gelap, hal itu bukan kehendak bagian besar penduduk desa
tersebut. Banyak penduduk yang menyayangkan kebijaksanaan alat-alat
negara setempat yang melarang permainan “ajam sap-sap” ini, yang
merupakan hiburan rakyat yang sangat digemarinya. Hilanglah hiburan
satu-satunya, karena larangan tersebut.
Mereka berharap agar permainan “ajarn sap-sap” tersebut masih bisa
diselenggarakan lagi. Kesalahan segelintir orang, mengapa mesti bagian
terbesar dari penduduk harus menanggungnya, ini tidak adil Pak, kata Pak
Suparto yang rupa-rupanya menyelami kemenyesalan hati rakyatnya atas
larangan permainan “ajam sap-sap” itu.
PERMAINAN RAKYAT DAERAH JAWA-TIMUR;
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT SEJARAH DAN NILAI
TRADISIONAL PROYEK INVENTARISASI DAN DOKUMENTASI KEBUDAYAAN DAERAH 1983 –
1984, hlm. 115-123